Sunday, March 23, 2014

Tebing


Hari, jam, menit dan detik ini, aku menandai jejak kehidupanku pada secarik kertas putih yang kosong. Dimana, di lembaran itu akan terlukis tumpahan perasaan gadis dengan sejuta khayalannya. Daya khayal yang terbangun dari segenggam persepsi dan emosi tak berkesudahan. Persepsi dan emosi itu mendobrak segala rasio akal yang dimiliki manusia sekalipun. Gadis itu sadar, penempatannya dalam bermimpi sangatlah angkuh. Gadis itu mulai merengkuh dalam kesempitan mimpinya. Menjeritkan bahwa bumi tidak akan menerima angan itu sebagai kenyataan.


Kepada siapa dia harus mengeluh? Alam semesta, bukankah engkau telah berjanji? Akan kau peluk semua mimpi yang digantungkan tinggi di ragamu. Namun nyatanya, telah kau kecewakan satu jiwa manusia yang mengharap asa dari persetujuanmu. Kini, tidak hanya kau hancurkan satu dari ribuan angan yang dipegangnya. Kau juga musnahkan jiwa dan raga dari yang tak bernyawa itu. Tak sadarkah, kau matikan semua daya emosi dan khayal dari gadis itu.

Demi mendaki ribuan tebing terjal, gadis itu tidak hanya harus berperang dengan batinnya sendiri. Dia juga harus memindahkan dan menghancurkan gunung yang ada di hadapannya. Dan nyatanya, selalu ada gunung-gunung lain yang menunggu untuk dihancurkan. Terkadang dia harus merasakan kekalahan. Tetapi itu tidak membuatnya hancur. Gadis itu tegar menempa  semesta, dengan terus berjalan dan terus mendaki. Ini bukan soal menjadi paling cepat ada di puncak, pendakian ini juga bukan tentang menunggu di seberang tebing dan mengeluh. Perjalanan ini adalah keadaan yang memang harus dilalui. Gadis itu mengerti akan hal tersebut.

Sehingga dibuatlah sebuah perjanjian dengan semesta. 
"Apabila perjalanan ini menjadi awal penempaan terkeras yang mampuku lewati, maka semesta bersikap melunaklah jika aku berada di tujuan akhir. Ketika ini adalah akhir dari segala perjalanan yang bisa kulalui, maka semesta lakukan dengan keras jika aku masih ada di awal pendakian."

Aku telah melakukan perjanjian dengan jiwa dan raga di luar sepengetahuan semesta, "Aku tidak akan hancur, sekalipun aku merasa akan kalah. Aku akan tetap mendaki. Semua kesempatan yang kuambil. Semua resiko yang kujalani. Itu bukan alasan untuk tidak menjadi kuat."

Dan semesta, aku berpijak di ragamu bukan untuk menjadi orang yang kalah. Aku melangkah di jengkal tubuhmu, untuk menjadi orang yang tegar. Maka, berpikirlah kedua kalinya untuk menjatuhkanku. Karena aku tidak akan hancur. 

No comments:

Post a Comment