Saturday, May 24, 2014

Kerinduan


Kuteringat dalam lamunan. Rasa sentuhan jemari tanganmu. Kuteringat walau telah pudar. Suara tawamu, sungguh kurindu. Tanpamu langit tak berbintang. Tanpamu hampa kurasa. Seandainya jarak tiada berarti. Akan kuarungi ruang dan waktu dalam sekejap saja. Seandainya sang waktu dapat mengerti. Tak akan ada rindu yang terus mengganggu. Kau akan kembali padaku. -Raisa LDR-

Saturday, May 17, 2014

Kenyataan


As we know, to be a human  we all need those feeling. The feeling of being tired of life, being stupid of decisions, being awkward of love. And I realize that i was a human who never good enough on these real things about life. Because i tried to be success based on my thought. And the world didn't accept it. I would never be the same until those things happen to me. I didn't care how painful it is. I gonna be strong for everything, just for no reason. God, I'm that girl. The girl who fall in love with truth, life and creatures in the world.

Ingatan


Kini aku terhempas dari ribuan mimpi tentang khayalan. Aku terjebak dalam pusara ilusi yang kuciptakan dengan segenap rasa dan asa. Aku berpikir, tiada yang salah tentang memimpikan hal yang begitu indah. Hingga kusadari, keindahan itu mulai lenyap seiring waktu yang menakdirkan. Alhasil, tinggallah aku disini dalam kesenyapan. Tak akan ada lagi alasan untuk tetap bertahan, meski daya itu masih ada. Nyatanya, hati ini telah lelah memangku beban tak berkesudahan.

Monday, May 12, 2014

Salju



Aku pernah membayangkan. Betapa dinginnya titik-titik salju yang menuruni perbukitan dengan kebekuan. Seakan dibelah desir-desir angin, salju itu jatuh berhamburan dan menyatu dengan bumi dan semesta. Tak jauh dari sana, merengkuh dalam dingin seorang gadis bertopi merah dengan syal meggelung manis di leher. Wajahnya terasa kaku tertampar rasa dingin yang tak berkesudahan, hingga tertinggal rona pucat dan suara menggigil dari bibirnya yang merah merekah. Kulitnya yang sebersih salju itu hanya tertutupi sweater senada warna langit, warna biru muda. Gadis yang manis itu menunggu sesuatu di tengah hujan salju yang menggigil.


Beban


Aku tidak pernah merasa sebaik ini, jika tidak mengenalmu. Aku tidak akan menjadi diriku yang serupa, jika tidak bertemu denganmu. Aku tidak mungkin bahagia, jika tidak menjagamu. Pertemuan yang singkat itu bukan berarti sebuah perpisahan. Walaupun, di setiap temu juga ada pisah. Namun, bukan untuk selamanya terpisah. Hanya saja, jumpa itu tertunda untuk sekian lama. Jika takdir telah  mengetuk batinku. Apa aku bisa terbangun dan menyongsong hadirmu?

Saturday, May 10, 2014

Tulis


Aku merasa, ada hal yang tak mampu diutarakan. Namun dengan perasaan, semua itu dapat diucapkan dengan penuh makna. Bukan hanya dengan lisan yang berbicara, namun tulisan juga mampu menceritakan segenap emosi yang berkecamuk dalam dada. Bahkan dengan cara yang lebih baik. Aku pun memahami itu sebagai sebuah kebenaran yang tidak terelakkan. Karena yang demikian, hatiku pun menyetujuinya. Aku merasa jatuh cinta pertama kalinya dalam hidup. Dan ini tidak akan pernah mengkhianatiku, sebagaimana apa yang telah terjadi sebelumnya.

Semesta


Ada waktunya untuk berhenti dan menunggu. Alasan untuk menjadi lelah mengharuskanku melakukan pemberhentian di titik sejauh ini. Tiada maksud untuk berhenti selamanya. Namun bangkit juga perlu waktu. Dan aku belum ada di waktu-waktu seperti itu. Terkecewakan bukanlah alasan untuk menyerah. Namun untaian doa dalam payung keimanan ini mulai goyah, ketidakadilan seakan menjemputku untuk kembali. Bisik dalam pikiran ini mendobrak ingatanku tentang mimpi.

Ikrar


Kini aku berada di titik paling mendasar dalam hidupku. Jatuh bukanlah sebuah ancaman yang merenggut makna keyakinan yang telah kuteguhkan. Terkadang aku perlu melakukan penciptaan kembali segala asa yang telah kutiupkan roh agar tetap bersemayam dalam kalbu. Kematian sesaat yang kuartikan itu menjadi perjalanan reinkarnasi untuk dimanusiakan dan memanusiakan hidup. Kematian itulah yang memicuku untuk berdiri dan meneriakkan jerit mimpi dari dasar relungku.

Perkara



Aku memiliki perkara yang pelik antara menjadi diriku yang terdiam atau memilih untuk menantang takdir di hadapanku. Kini ku terhempas pada khayalan yang menuntunku pada sebuah ketidakpastian. Bukan kemunafikan, dunia hanya menerima suatu hal yang berdasar pada sebuah alasan. Kusadari bahwa segala di muka bumi ini memiliki alasan untuk tetap ada dan diakui. Sedangkan, yang pergi adalah sesuatu yang tak beralasan, tidak pantas ada. Aku tak pernah mengatakannya sebagai sebuah kehinaan. Namun dunia pun mengikrarkan janji yang demikian.