Monday, May 12, 2014

Salju



Aku pernah membayangkan. Betapa dinginnya titik-titik salju yang menuruni perbukitan dengan kebekuan. Seakan dibelah desir-desir angin, salju itu jatuh berhamburan dan menyatu dengan bumi dan semesta. Tak jauh dari sana, merengkuh dalam dingin seorang gadis bertopi merah dengan syal meggelung manis di leher. Wajahnya terasa kaku tertampar rasa dingin yang tak berkesudahan, hingga tertinggal rona pucat dan suara menggigil dari bibirnya yang merah merekah. Kulitnya yang sebersih salju itu hanya tertutupi sweater senada warna langit, warna biru muda. Gadis yang manis itu menunggu sesuatu di tengah hujan salju yang menggigil.



Dari kejauhan, muncullah sesosok pria yang datang dengan seulas senyuman. Tak berbesit rasa bersalah, telah membuat seorang gadis menunggu di tengah salju seperti ini. Namun disambut dengan genggaman yang hangat, gadis itu menyongsong sang pria dengan tatap kerinduan. Telah terbayar sudah penantian seorang gadis bersaksikan semesta di bawah langit dan di atas salju. Dia yang dinanti telah datang. Genggaman itu tiada hentinya, tidak akan berhenti bersama dengan turunnya salju di atas cinta kedua insan yang merindu.

Aku menyaksikan cerita dari sebuah penantian. Dan sadar akan lelahnya menunggu, masih terselip iba untuk memaafkan. Semua membutuhkan waktu untuk melupakan, tidak untuk mengenang. Mengenang adalah selamanya untuk terkenang. 

No comments:

Post a Comment