Tuesday, April 28, 2015

Lalai


Gadis itu kini berkubang dalam lumpur kenestapaan yang mengeruh. Menenggelamkan seluruh jengkal tubuh ringkihnya hingga tak didapati rupanya. Sejenak, gadis itu merasa akan mati dan mati adalah dekat baginya. Kekecawaan sedalam apakah sehingga gadis itu mengiba pada kuasa? Mengancam dan mengecam akan meninggalkan jasad penuh luka dengan dambaan kedamaian yang berbeda. Yang kutahu dan benar adanya, gadis itu sepenuh hati berputus asa. Acapkali, tak sengaja tersebut kata-kata yang tak baik diucapkan dan akhinrya harus terucapkan. Hingga, perbuatan yang tak baik dilakukan dan akhirnya mesti dilakukan. Dengan satu alasan: bertahan hidup.
 

Kadang gadis itu dapat menempa hidup dengan baik, kadang pula gadis itu lalai dan kalap berbuat kenistaan. Tiada cipta yang tiada cela. Dan gadis itu menyadari perannya yang hanya sebutir cipta yang tak sempurna. Gadis itu tidak meminta sesuatu yang berlebih, dia hanya meminta cukup. Gadis itu bukan makhluk serakah yang meminta seisi muka bumi, dia hanya meminta cukup. Gadis itu tidak rakus mengharapkan semua menjadi miliknya, dia hanya meminta cukup. Gadis itu sudah cukup lihai menerima yang datang dan yang pergi. Tetapi menerima maupun melepas masih belum cukup. Gadis itu merasa hampa, sejenak dia berpura-pura seakan tak terjadi kendala. Dan, kala air mata mulai membanjiri pelupuk matanya, hati tidak kuat berbohong lagi.

Gadis itu tak mengerti cara mengendalikan diri yang mengais-ngais iba. Tak lama kemudian, bisik emosional mulai membayangi nurani dan pikirannya. Lalu, kemarahan mulai melompat dan menciderai keyakinannya. Kalut, marah, kesal, kecewa dalam hidup kadang menyentak keimanannya. Gadis itu bukan yang sempurna dan tak mampu menghindarinya. Gadis itu telah lama lalai. Dan saat ini, gadis itu menyesalinya.

No comments:

Post a Comment