Sunday, December 7, 2014

Usang



Ketika semesta tidak pernah berhenti bergulir, sedangkan jiwa-jiwa lemah itu masih terpuruk mempertanyakan perihal takdir. Semua yang dapat diberikan hanyalah kecam dari nyawa-nyawa yang mengekang waktu. Seakan alam semesta pun akan runtuh, jikalau mimpi-mimpi itu nantinya tinggalah debu. Dan yang sebenarnya, aku adalah bagian dari nyawa-nyawa itu. Dan debu itu adalah bagian dari mimpi usangku. 



Aku hampir tak punya waktu untuk memikirkan mimpi usang itu. Sejenak, semua itu terkubur oleh kilau-kilau lain yang menipu. Aku hanyut, aku kalut, aku membisu. Nyatanya, aku melupakan satu hal yang aku benar-benar inginkan. Bahwa aku justru mengejar angin yang tidak terlihat, bukan sang surya yang jelas-jelas terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat. Aku melakukan segala hal terbaik untuk mendapatkan yang seharusnya aku miliki, bukan hal yang benar-benar aku inginkan. 

Aku tidak memiliki waktu untuk bersenang-senang dengan dunia khayalku. Aku menguras waktu untuk menemukan hitungan rasio akal manusia dalam kehidupan. Tanpa, kusadari dunia ini bukan milikku. Dan aku terenyak, aku telah terlalu jauh melangkah tanpa pertimbangan yang tepat. Yang tersisa kini adalah jejak mimpi yang mulai tak terlihat. Memucat dan memerih sepanjang seberapa jauh aku meninggalkannya. 

Dahulu, aku memilih pergi dari mimpi-mimpi usang itu dan menemukan mimpi yang baru. Dan yang aku rasakan sekarang, aku merindukan mimpi-mimpi usang itu. 

No comments:

Post a Comment