Thursday, July 24, 2014

Waktu


Tak berarti waktu memutarkan irama pesakitan bagi dia yang terluka. Tak jua hujan meneteskan perih yang tak kunjung sirna bagi dia yang mengeluh. Tak pula malam yang menggantikan siang yang teriknya memeras peluh. Seberapapun nilai dari sebuah harga diri, dunia akan meluluh lantakkanya menjadi keping-keping. 



Ribuan abad pun tak akan mampu menebus detik-detik ketika segalanya berubah. Detik-detik manakala rindu menjadi dusta, cinta menjadi benci, maupun kejujuran menjadi kebohongan. Demikian pula bagi hati yang menunggu, tiada jawaban yang kan berbalas. Meskipun, berbagai upaya yang terkerah melampui akal manusia manapun. Kini, tinggallah jejak-jejak itu mengeras menjadi butiran kenestapaan. Ketika itulah waktu melebihi nilai sebuah harga diri. 

Manusia yang angkuh menitipkan kekecewaannya pada waktu yang terus bergulir. Mendustakan takdir yang membisikkan sejumlah peristiwa. Tatkala, kepongahan itulah yang menguasai batin. Tak disadari hanya ada luka yang tergores semakin dalam. Tujuan yang  tergambar semu menorehkan kepiluan yang tak pupus melawan waktu. Jika hanya demi mengejar yang disebut kekekalan, nilai sebuah harga diri telah ditakhlukan oleh keegoisan. 

Maka matilah jiwa dalam raga manusia itu. Tertipu daya dalam kebahagiaan yang sesaat. Meraung-raung meraup janji yang tak pernah ada. Mengais-ngais rindu yang menanggalkan debaran kekecewaan. Ketika waktu-waktu seperti itulah, harga diri tiada nilainya lagi.  

No comments:

Post a Comment